Minggu, 30 Agustus 2020

Pertandingan Piala Dunia 1978 Ini Menyebabkan Teori Konspirasi Semasa Beberapa Dedake

ZONAKONSPIRASI- Pertandingan Piala Dunia 1978 Ini Menyebabkan Teori Konspirasi Semasa Beberapa Dedake. Wawasan untuk jaga politik tidak masuk lapangan sepakbola tidak sempat semenggelikan seperti pada kerangka Piala Dunia 1978 yang diadakan di Argentina. Kejelasan Argentina untuk tuan-rumah Piala Dunia telah dipastikan 12 tahun awalnya. Waktu itu, situasi Argentina terhitung aman serta tenang, walau berlangsung seringkali kup militer pelengseran beberapa pemerintah sipil. Tetapi, demikian Piala Dunia 1978 diadakan, situasi telah berputar-putar 180 derajat.

Jorge Rafael Videla, yang menjadi orang nomor satu di Argentina melalui satu kup yang berlangsung 2 tahun awalnya, telah kepingin ingin mengganti citra Argentina dalam pandangan internasional. Kediktatoran Videla jadi pertama kali, "Dirty War," saat-saat gelap saat militer Argentina serta pasukan pembunuh berlebihan kanan menghabisi beberapa puluh ribu orang dengan alasan melawan pasukan pemberontak Marxis.

Faktanya, beberapa korban serta desaparecidos (atau "orang hilang") salah satunya terbagi dalam trade unionist, mahasiswa, aktris, pemuka agama, pekerja, cendekiawan Argentina(Gampangnya, orang-orang yang berpedoman ideologi bersebrangan dengan Videla serta militer Argentina. "Dirty War" mencoret muka Argentina dalam pertemanan global. Beberapa organisasi hak asasi manusia di luar Argentina menunjuk pemerintahan junta militer Videla bertanggungjawab atas bermacam pelanggaran HAM seperti penganiayaan, eksekusi tanpa ada peradilan serta intimidasi yang diinisasi negara.

Bersamaan ramainya hujatan negara barat berkaitan desaparacidos serta ajakan keras pemboikotan di beberapa negara, tidak disangsikan lagi jika Piala Dunia 1978 kental dengan nuansa propanda yang digalakkn junta militer serta Videla, walau hal tersebut akan efisien bila Argentina keluar untuk jawara.

Akhirnya, demikian kesempatan Argentina berhasil lolos dari babak group dipastikan oleh tatap muka mereka dengan Peru, rasa-rasanya tidak terlalu berlebih bila pirsawan sepakbola waktu itu berprasangka jika junta militer turun tangan mengendalikan hasil akhir laga. Argentina—yang harus menang dengan beda 4 gol supaya bisa singkirkan Brazil—akhirnya unggul dengan score 6-0 tanpa ada banyak perjuangan.

Di bawah kepelatihan Cesar Luis Menotti, seorang sosialis yang sering merokok bak kereta serta digerakkan oleh pemain legendaris Mario Kempes yang pimpin kawank-kawannya yang setuju mencukur rambutnya dengan style Shaggy, Albiceleste memang bertambah difavoritkan dari Peru. Walau begitu, walau telah tidak berkesempatan meluncur ke babak knockout, Peru dipandang seperti tim yang cukup kompeten selama babak group. Lebih dari itu, selama babak group margin kemenangan paling besar Argentina hanya 2-0 waktu berjumpa dengan Polandia.

Dari pertama laga, aroma konspirasi telah kuat tercium. Argentina mengawali pertandingan sesudah laga yang ditempuh Brazil diawali. Berarti, Argentina tahu sasaran score akhir yang perlu mereka raih. Kemudian, bermunculanlah beberapa jenis teori konspirasi. Diantaranya menjelaskan jika Videla serta bekas Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger—dua orang negarawan yang tangannya berlumuran darah rakyat tidak berdosa—dikabarkan berkunjung ke ruangan tukar tim nasional Peru.

Maksudnya? mereka hanya ingin memperjelas aroma "pertemanan" dalam pertandingan kontra Albiceste serta keinginan rakyat Argentina akan hasil akhir laga. Apa yang dikatakan kedua-duanya ialah pesan politik yang terselubung? entahlah. Yang pasti, Kissinger menyanggah dianya sempat masuk ruangan tukar tim nasional Peru.

Score baru 2-0 untuk Argentina waktu turun minum. Masuk set ke-2, satu keganjilan berlangsung. Midfielder Jose Velasquez, salah satunya pemain paling baik Peru, justru ditukar tidak beberapa lama sesudah semprit sinyal set ke-2 berjalan ditiup. Velasquez sendiri sampai sekarang ini masih sulit meyakini perubahan itu. Saatdiwawancarai Kanal 4 News pada 2012, Velasquez menjelaskan: "Ya, kami memang didesak untuk kalah. Bentuk desakannya semacam apa? desakannya tiba dari pemerintah kami, turun ke manager team serta pada akhirnya dari manager turun lagi ke pelatih."

Awal tahun ini, Valesquez bicara semakin banyak kembali pada session interviu dengan media Peru, Trome. Ia mengakui minimal enam pemain Peru terima suap sebelum pertandingan musuh Argentina berjalan. Klaim ini jelas langsung ditangkis oleh ke enam orang yang disebut oleh Velasquez, walau beberapa anggota tim Peru 1978 malah memberikan dukungan tudingannya Velasquez dengan menjelaskan ada yang tidak beres di team Peru waktu itu.

Waktu teori konspirasi mengenai kekalahan mutlak Peru oleh Argentina mulai muncul, banyak yang menyorot bukti jika Ramon Quiroga, penjaga gawang Peru, rupanya dilahirkan di Rosario, Argentina. Quiroga jadi masyarakat Peru melalui proses naturalisasi. Penambahan lagi, ia salah satu dari 6 orang yang menurut Valesquez terima suap, walau beredar berita Quiroga memberikan laporan Velasquez pada pihak berkuasa Peru atas dakwaan pencemaran nama baik.

Beberapa teori yang lain yang telah didepak sekian tahun lalu meliputi: kemenangan Argentina ialah bayaran atas kiriman gandum besar serta penelusuran asset Peru sejumlah $50 juta; Argentina unggul sebab wasit berpihak Argentina; atau pemain Argentina menggunakan Amphetamine untuk mengangkat perform pemainnya sampai berjaya selama Piala Dunai 1978 berjalan.

Pada 2012, bekas senator Peru serta buronan Genaro Ledesma mendakwa jika semasa Operation Condor—gerakan kekerasan beringas yang dilaksanakan bersama oleh sejumah pemerintahan diktator sayap kanan pada partisipan sayap kiri—Peru kirim 13 masyarakatnya ke beberapa penjara di Argentina. Ke-3 belas orang itu disiksa serta diminta tanda-tangani pernyataan palsu. Menurut Ledesma, Videla cuma terima 13 masyarakat negara Peru dengan ketentuan tim nasional Peru biarkan Argentina menang.

Sampai sekarang ini, tidak ada satupun dari teori di atas yang dilandasi bukti yang menyakinan. Tidak salah, bekas midfielder tim nasional Argentina, Ossie Ardiles—seakan memawakili pandangan beberapa besarnya di tim nasional Argentina 1978—mengatakan pada The Daily Mail: "Makin seringkali saya dengar teori-teori itu, makin saya percaya tidak satupun yang betul."

Maju ke set knockout, Argentina tidak tertahan lagi. Di pertandingan terakhir, Mario Kempes cs menjungkalkan Belanda dengan score 3-1. Argentina juga bawa pulang piala Piala Dunia untuk pertama-tama.

Diakhir pertandingan yang dipanggil Videla untuk "Piala Dunia Perdamaian," tim nasional Argentina mabuk dengan rasa bangga mereka, sesudah sukses kukuhkan negaranya untuk jawara Piala Dunia. Disamping itu, pemerintah junta militer Argentina dapat senang karena kemenangan yang nilai propandanya tinggi itu telah sukses dicapai.

Kediktatoran Videla kemungkinan cuma bertahan sampai 1981—pemerintah militer Argentina pada akhirnya roboh satu tahun selanjutnya di bawah pimpinan Leopoldo Galtieri sesudah kalah dalam Perang Falklands—namun kemenangan Argentina memungkinan junta militer Argentina terus lakukan beberapa tipe pelanggaran HAM. Dalam pengakuannya demikian tahun sesudah jadi jawara Piala Dunia 1978, pemain tengah Ricky Villa akui: "Kami telah dibuat alat politik. Saya percaya benar."

Lalu, apa semua fans sepakbola di Argentina diam-diam yakin jika Peru kalah sebab inteferensi Videla? rupanya tidak. Peter Coates, penulis sepakbola yang bermukin di Buenos Aires serta pria dibalik portal kabar sepakbola Golazo Argentino salah satu orang tegas menampik asumsi itu
UPDATE TERSEDIA LIVECHAT POKER757 
DENGAN VERSI ANDROID & IOS
KLIK DI BAWAH INI
Share:

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2025 ZONA KONSPIRASI | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com