ZONAKONSPIRASI- Konspirasi Bagaimana Negara Arab Teluk Berpadu dengan Israel Musuh Iran. Konvergensi kebutuhan di antara Israel serta beberapa negara Arab Teluk berjalan dengan cara sempit serta kemungkinan sesaat, berpusat pada kemauan bersama-sama untuk batasi Iran serta proksinya di daerah itu. Arab Saudi, Uni Emirat Arab, serta pemerintah beberapa negara Teluk yang lain diuntungkan dengan kerja dengan cara diam-diam dengan Israel ke arah arah itu. Tapi efek aksi yang bertambah terbuka, seperti dengan cara resmi membuat jalinan dengan Israel, masih semakin besar dibanding faedahnya.
Ada suatu hal yang sedang berlangsung di antara Israel serta beberapa negara tetangganya di Teluk Arab, minimal bila diplomasi publik bisa dipandang seperti tanda-tanda. Saat Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz lakukan perjalanan ke satu pertemuan di Washington bulan Juli 2019, dia dengan cara terbuka berjumpa, berjabatan tangan, serta berdiri untuk difoto dengan Menteri Luar Negeri Bahrain Khalid bin Ahmed Al Khalifa.
Awalnya, Katz sudah terbang ke Abu Dhabi untuk ambil sisi dalam pertemuan PBB, sesaat direktur tubuh intelijen Israel Mossad Yossi Cohen mengakui jika Israel sudah terima kesepakatan untuk buka misi diplomatik di Oman. Pemerintah Oman, yang ambil langkah tidak biasa dengan jadi tuan-rumah buat Pertama Menteri Israel Benjamin Netanyahu tahun 2018, dengan 1/2 hati menyanggah informasi itu, tapi sedikit ada kebimbangan jika beberapa bentuk rekonsilasi sedang berjalan di belakang monitor.
Baru saja ini, mencairnya jalinan Arab-Israel seperti itu tidak terpikirkan. Banyak faksi yang lihat aktivitas pekerjaan diplomatik belakangan ini untuk usaha untuk melakukan perbaikan pembagian bersejarah. Ada banyak kebenaran dalam cerita ini.
Beberapa raja beberapa negara Teluk tidak memandang permasalahan Palestina untuk target utama seperti dahulu. Perselisihan Israel-Palestina, yang lama jadi penghambat yang nampaknya tidak bisa ditangani untuk jalinan yang bertambah dekat, sudah surut ke background, sangat mungkin pemerintah beberapa negara Teluk untuk mempublikasikan, walau dengan waspada, beberapa langkah ke arah normalisasi jalinan mereka dengan Israel. Mereka serta menyepakati kebijaksanaan pro-Israel yang mengganti pola pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, seperti mengalihkan kedutaan AS ke Yerusalem serta mengaku kedaulatan Israel di Dataran Tinggi Golan.
Tetapi serta perbaikan jalinan mempunyai batas. Konvergensi kebutuhan di antara Israel serta beberapa negara Teluk berjalan dengan cara sempit serta kemungkinan sesaat, berpusat pada kemauan bersama-sama untuk batasi Iran serta proksinya di daerah itu. Arab Saudi, Uni Emirat Arab, serta pemerintah beberapa negara Teluk yang lain diuntungkan dengan kerja dengan cara diam-diam dengan Israel ke arah arah itu. Tapi efek aksi yang bertambah terbuka, seperti dengan cara resmi membuat jalinan dengan Israel, masih semakin besar dibanding faedahnya. Belumlah ada negara Teluk yang siap untuk ambil efek itu.
Saat dipaksa, beberapa petinggi beberapa negara Teluk menjelaskan jika jalinan semacam itu harus menanti sampai Israel membuat perkembangan yang jauh semakin besar dalam mengakhiri permasalahan Palestina. Sebelum menyepakati jalinan ke tingkat selanjutnya, beberapa negara Teluk akan tuntut pengembalian investasi mereka yang semakin besar dari Israel, seperti kurangi pekerjaan pemukiman di Pinggir Barat atau terima Prakarsa Perdamaian Arab (Arab Peace Initiative), atau berbentuk aksi Amerika yang bertambah tegas dalam menantang Iran.
Lawan dari negara lawan ialah kawanIsrael atau beberapa negara Teluk memandang Iran untuk intimidasi. Mereka yakini jika persetujuan nuklir Iran tahun 2015 cuma tingkatkan hasrat regional agresif negara itu tanpa ada akhiri inspirasi atau kekuatan periode panjangnya di bagian nuklir. Dengan begitu, beberapa negara itu mempunyai pandangan yang serupa skeptisnya pada usaha penjangkauan bekas Presiden AS Barack Obama ke Iran serta nampak bertambah memberikan dukungan kebijaksanaan pemerintahan Trump yang bertambah konfrontatif, yang ingin mereka perkuat.
Adanya konvergensi kebutuhan ini, beberapa negara Teluk sudah bertambah lebih terima ajakan Amerika Serikat untuk normalisasi jalinan dengan Israel. Pemerintahan Trump memiliki pendapat jika normalisasi itu akan membuat kepemimpinan Israel bertambah terima ide perdamaian yang gagasannya akan diberikan.
Jalinan Israel-Arab Saudi sekarang ini ada di titik paling tinggi. Saat Arab Saudi menggantikan dua pulau Laut Merah dari Mesir dalam kesepakatan tahun 2017, Saudi nampaknya membuat kesepakatan dengan Israel untuk jamin kebebasan navigasi Israel di wilayah itu serta hilangkan beberapa permasalahan keamanan yang lain.
Tahun 2018, Arab Saudi meluluskan penerbangan Air India melalui daerah udara Saudi diperjalanan ke Israel. Dalam ambil beberapa langkah ini, Saudi mengambil langkah bertambah jauh dengan mengaku Israel untuk negara yang resmi dibanding awalnya. Israel, pada bagiannya, tidak memandang Arab Saudi serta monarki Teluk Arab yang lain untuk negara lawan.
Pemerintah Israel sangat mungkin masyarakatnya untuk lakukan perjalanan ke Teluk serta dalam tahun-tahun ini serta menyepakati pemasaran persenjataan hebat AS ke Arab Saudi serta Uni Emirat Arab, yang sempat dicoba Israel untuk dibatasi.
Beberapa pimpinan Arab Saudi sudah berusaha tingkatkan citra Israel di mata publik. Mereka sudah meluluskan beberapa tokoh Saudi untuk berjumpa dengan cara terbuka dengan Israel serta tampilkan jubir senior Israel pada media kabar Saudi. Bulan November 2017, contohnya, situs kabar Saudi Elaph mengeluarkan interviu dengan Gadi Eizenkot, yang waktu itu memegang untuk kepala staf Pasukan Pertahanan Israel, dimana dia merekomendasikan supaya Israel bisa share intelijen dengan Arab Saudi dalam perjuangan bersama-sama menantang Iran.
Arab Saudi meluluskan, serta peluang menggerakkan, beberapa blogger untuk mempromokan normalisasi dengan Israel. Salah satunya blogger itu, Mahmoud Saud, terima izin dari pemerintah Saudi untuk lakukan lawatan publik ke Yerusalem bulan Juli 2019 untuk sisi dari delegasi media yang terbagi dalam 6 orang dari dunia Arab yang berjumpa dengan ketua Komite Kepentingan Luar Negeri serta Pertahanan Parlemen Israel Knesset, Avi Dichter.
Cara yang sudah diambil pemerintah Arab Saudi dalam meluluskan atau mempromokan transisi ini memperlihatkan jika mereka berupaya untuk beradaptasi dengan warga Saudi untuk bertambah buka jalinan dengan Israel. Taktik ini sekarang mulai kerja.
Dalam survey tahun 2017 oleh Washington Institute for Near East Kebijakan, dua pertiga responden Saudi setuju jika "Beberapa negara Arab harus mainkan peranan baru dalam perundingan damai Palestina-Israel, tawarkan stimulan pada kedua pihak untuk ambil semakin banyak tempat moderat." Demikian pula, seputar 20 sampai 25 % orang Mesir, Yordania, Emirat, serta Saudi minimal "cukup" sepakat jika beberapa negara Arab harus kerja dengan Israel, serta saat pertanyaannya tidak mengatakan permasalahan Palestina.
Arab Saudi cemas untuk melakukan tindakan begitu cepatNamun, pemerintahan Arab Saudi hanya mau mengambil langkah sejauh itu. Bulan April 2018, putra mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman memunculkan reaksi mengagetkan saat ia mencela beberapa pimpinan Palestina yang sudah "menampik perdamaian dengan Israel," mengingatkan jika mereka harus terima proposal perdamaian atau "tutup mulut."
Tanggapan tajam Mohammed bin Salman yang tidak seperti umumnya itu memperlihatkan jika putra mahkota Saudi siap untuk bergerak ke arah normalisasi dengan Israel tanpa ada menanti Palestina. Tapi hal tersebut belum juga berlangsung. Asal tidak ada perkembangan riil yang berlangsung dalam proses perdamaian, kerajaan Saudi harus jaga jarak dengan Israel, minimal di muka umum.
Yang tentu, Arab Saudi sudah menolong Amerika Serikat berusaha merealisasikan gagasan perdamaian Israel-Palestina di semua teritori serta sudah mendesak Palestina, dengan percuma, untuk mengatur tempat mereka, termasuk juga menekan mereka untuk mengatur respon pada peralihan kedutaan AS ke Yerusalem.
Tapi beberapa tokoh punya pengaruh sudah terjerat pada point perbincangan tradisionil kerajaan. Adel Al-Jubeir, seorang petinggi tinggi Saudi serta bekas Menteri Luar Negeri, belakangan ini memperjelas kembali lagi pentingnya Israel untuk mengambil Ide Perdamaian Arab (Arab Peace Initiative), gagasan perdamaian yang dibantu Liga Arab yang pertama-tama dikeluarkan oleh Raja Saudi Abdullah tahun 2002 serta dikoreksi di beberapa tahun selanjutnya, yang beberapa ketetapan intinya belum pernah diterima Israel.
Jubeir menjelaskan ia siap mengatur ketetapan proposal, tapi cuma "dengan ketentuan jika Palestina sepakat karena itu." Selama ini, Saudi belum memperlihatkan jika mereka dapat membuat Palestina menyepakati semua proposal yang datang dari konsensus Arab semasa dua dasawarsa paling akhir.
Pemerintahan Arab Saudi mempunyai sedikit kesusahan menggalang junjung elit negaranya dalam pilihan kebijaksanaannya. Keluarga kerajaan serta beberapa rekannya condong melihat jalinan dengan Israel dengan cara pragmatis, bukan dalam soal agama, serta konsesi ke Israel bisa diterima bila hal tersebut sesuai kebutuhan geopolitik pemerintahan berkaitan dengan Amerika Serikat serta Iran.
Tapi respon publik ialah permasalahan lain, serta pemerintah cemas jika ambil aksi begitu cepat akan memancing reaksi. Dampak dari dasawarsa anti-Israel serta beberapa pesan anti-Semit pada media kabar Arab Saudi, serta simpati yang sudah lama dirasa publik Arab pada perjuangan Palestina, tidak hilang dalam tempo dekat, serta saat pandangan yang bertambah pragmatis mulai memperoleh suport. Keadaan politik domestik di kerajaan Saudi benar-benar peka.
Mohammed bin Salman sudah ambil beberapa langkah untuk menguatkan kekuasaan serta posisinya serta belum seutuhnya mengkonsolidasikan kekuasaannya. Masih disangsikan jika keluarga kerajaan akan siap hadapi kritikan selanjutnya dengan begitu cepat menormalisasi jalinan dengan Israel. Efek kestabilan politik dari satu kebijaksanaan berlawanan dengan sikap publik yang skeptis akan membuat beberapa pimpinan Arab Saudi serta beberapa negara Teluk Arab tidak ingin ikut serta dalam permasalahan Palestina.
Unsur AmerikaTahun selanjutnya dalam kebijaksanaan luar negeri Amerika Serikat akan mengetes tekad serta kehati-hatian beberapa negara Teluk. Dalam 12 bulan mendatang, Amerika akan mempresentasikan gagasan perdamaiannya untuk Israel serta Palestina. AS akan meneruskan kampanye desakan pada Iran. Presiden Trump akan dekati akhir waktu kedudukan pertama kalinya dengan potensial ketidaktetapan akan kemenangan dalam pemilu AS 2020 untuk waktu kedudukan ke-2.
Arab Saudi kemungkinan siap untuk sedikit bertambah dekat ke Israel dengan keinginan menggerakkan hubungan dengan pemerintahan Trump serta menekan Amerika untuk tingkatkan intensif aksi ekonomi, diplomatik, serta bahkan bisa saja militer pada Iran untuk imbalannya. Dengan cara teori, gabungan dari beberapa langkah ini, normalisasi setahap di antara Arab Saudi serta Israel, suport regional untuk gagasan perdamaian Trump, serta desakan yang semakin besar pada Iran bisa jamin jalan mulus di hari esok.
Tetapi saatnya terus berlomba. Walau Israel serta beberapa negara Teluk kemungkinan bertambah senang lihat periode ke-2 pemerintahan Trump, mereka perlu menyiapkan diri untuk peluang pemerintahan baru AS dengan pendekatan yang lain. Tiap pemerintahan AS akan memberikan dukungan beberapa langkah ke arah normalisasi Arab-Israel. Tetapi presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat kemungkinan kurangi desakan pada Iran serta meneruskan perbincangan nuklir.
Presiden baru Amerika dapat hidupkan kembali lagi diplomasi Israel-Palestina dalam suara yang bertambah tradisionil, dengan diskusi langsung dengan Palestina serta mengatakan sepakat oleh kedua pihak serta jalan keluar dua negara. Dalam hal tersebut, Arab Saudi serta beberapa negara Teluk kemungkinan melihat jika investasi mereka dalam jalinan yang bertambah hangat dengan Israel akan memberi hasil yang makin sedikit.
Usaha pemulihan jalinan kedua-duanya sudah riil berlangsung. Tetapi, jalinan baik itu bisa lebih buruk serta usai setiap saat.
UPDATE TERSEDIA LIVECHAT POKER757
DENGAN VERSI ANDROID & IOS
KLIK DI BAWAH INI
0 komentar:
Posting Komentar