Rabu, 22 Juli 2020

Media, Teori Konspirasi, serta Infodemi

ZONAKONSPIRASI- Media, Teori Konspirasi, serta Infodemi. Salah satunya hal yang merisaukan di waktu epidemi COVID-19 ini ialah makin beberapa orang meyakini teori konspirasi.

Kegundahan ini pasti bukan lantaran saya tidak ingin orang melihat dunia secara tidak sama dari saya atau orang umumnya. Tetapi, di waktu seperti saat ini, teori konspirasi yang sepaket dengan misinformasi punyai daya destruktif yang mengagumkan. Pencarian BBC memperlihatkan beberapa masalah jika teori konspirasi dapat mencelakakan nyawa.

Pertanyaannya, kenapa beberapa orang gampang yakin dengan teori konspirasi?

Kita tidak dapat beranggapan jika teori konspirasi ada dari ruangan hampa dimana orang dapat mendadak yakin dengan satu-dua teori yang menerangkan satu momen. Teori konspirasi dapat tumbuh sebab dia ada di tempat subur yang membuat gampang bertumbuh.

Dalam kritis, tempat subur teori konspirasi ialah ketidaktetapan. Orang perlu info untuk menjawab rasa ingin tahu mereka mengenai apakah yang sebetulnya sedang berlangsung di dunia. Info ini selanjutnya dipakai untuk tentukan beberapa ketetapan yang akan diambil.

Permasalahannya, kritis kejelasan bukan hanya dirasa oleh publik. Media arus penting, pemerintah, serta beberapa kewenangan yang bertanggungjawab dirundung ketidaktahuan. Beberapa pernyataan petinggi yang konyol serta menyepelekan kritis sampai media arus penting yang malah memberi panggung buat teori konspirasi membuat beberapa orang makin ketidaktahuan.

Ruangan kosong ini dapat dengan gampang diisi oleh beberapa pengasong teori konspirasi. Dengan membuat keping-keping bukti yang seakan rasional tetapi cuma utak-atik gatuk, mereka manfaatkan sentimen serta emosi publik. Di masa kritis, akan semakin gampang untuk merapat ke beberapa orang dengan sentimen daripada bukti yang dapat bertentangan dengan kepercayaan.

Oleh karena itu beberapa kata kunci yang dipakai oleh beberapa pengasong teori konspirasi gampang dipetakan. Dalam kerangka epidemi COVID-19, contohnya, salah satunya konspirasi menyebutkan jika virus ini ialah buatan Bill Gates serta World Health Organization (WHO) yang disebut sisi "elite global".

Di Indonesia, keyword "elite global" kemungkinan tidak relevan efeknya buat beberapa orang. Tetapi, coba mengubah elite global dengan "aseng", "PKI", atau "Cina", orang semakin lebih gampang menyetujui sebab dalam keyword itu telah ada pre-text yang tersimpan dalam riwayat sosial politik di Indonesia.

Disamping itu, ruangan kosong ketidaktetapan barusan ada sebab masa internet buka beberapa kanal yang sangat mungkin kita terhubung info dari beberapa sumber. Dari yang paling dipercaya sampai yang abal-abal. Jumlahnya kanal info ini pada satu bagian benar-benar sangat penting. Tetapi, di lain sisi dia malah dapat membanjiri ruang umum dengan lautan info yang seringkali tidak berkaitan dengan keperluan kita.

Di titik ini, kita sampai pada yang disebutkan WHO untuk infodemi, situasi dimana ada "banjir info, baik tepat atau tidak, yang membuat orang kesusahan mendapatkan sumber serta tutorial tepercaya waktu mereka memerlukannya."

Ini ialah situasi yang tragis. Penyebabnya, makin banyak info yang dapat dibuka, orang berasa makin yakin diri serta berasa mempunyai pengetahuan yang ideal. Kepakaran roboh sebab tiap orang berasa ketahui segala hal berdasar akses atas beberapa sumber info dengan semakin lebih gampang. Walau sebenarnya, beberapa informasi itu belum pasti betul. Internet kumpulkan factoid, beberapa info palsu yang diberikan untuk bukti atau kabar yang sebetulnya. Kita tersesat di mesin perayap.

Pada akhirnya, kita tenggelam dalam lautan info yang sebetulnya sarat dengan sampah. Info selanjutnya diperlakukan dengan benar-benar selektif: diambil cuma yang memberikan dukungan kepercayaan. Tom Nichols dalam buku Matinya Kepakaran (2018) mengatakan untuk bias verifikasi, yakni kecondongan cari info "yang cuma membetulkan apakah yang kita percayai, terima bukti yang cuma menguatkan keterangan yang kita gemari, serta menampik data yang melawan suatu hal yang telah kita terima untuk kebenaran".

Pada step setelah itu, bias verifikasi ini yang dalam bahasa internet serta sosial media ini hari membuat bilik gema (echo chamber). Bilik ini terbentuk dengan cara automatis, memerangkap beberapa orang yang berpandangan sama. Mereka konsumsi info yang sama serta cuma share opini dengan beberapa orang yang mengafirmasi opini mereka.

Paradoks infodemi ialah Info ada dengan demikian melimpah, tetapi kita makin ketidaktahuan info mana yang dapat dipercayai. Bukan lantaran kita kekurangan info (poorly informed) tapi sebab salah info (misinformed). Dia mengakibatkan timbulnya keengganan untuk pahami info yang lain dari apakah yang kita yakini.

Betapapun info itu dapat dites serta diverifikasi, sebab tidak persisten dengan cerita yang dipercaya, info itu akan diacuhkan. Nichols mengatakan untuk backfire effect. Kejadian ini menerangkan kenapa teori konspirasi serta kabar palsu dapat mewabah dengan gampang di masa sosial media seperti sekarang ini.

Pada kondisi seperti ini, banyak ahli menyebutkan keutamaan literasi digital yang mengutamakan sikap gawat dalam terhubung kanal-kanal info yang ada. Saya sepakat dengan opini itu serta memberikan tambahan jika kita perlu menumbuhkan lagi keyakinan pada media-media arus penting. Penyebabnya, kita memerlukan info yang tepercaya serta salah satunya lembaga yang dapat sediakan itu ialah media yang dibantu dengan beberapa piranti jurnalistik yang ideal.

Tetapi ada catatannya. Satu dasawarsa terakhir, kita dapat merasai jika tidak percaya pada media-media arus penting makin jadi membesar, terutamanya sebab media-media yang makin simpatisan dengan cara politik. Apabila berjalan kelamaan, keyakinan yang turun dapat menggerus industri media tersebut. Industri yang berbasiskan pada info akan gampang dideligitimasi bila tidak memperoleh keyakinan dari publik.

Harus diingat, keyakinan bukan suatu hal yang tumbuh satu arah. Kita tidak dapat mengharap publik akan demikian saja yakin pada berita-berita media arus penting bila kabar beritanya seringkali bias, tidak sama, serta jadi megafon buat cerita sah penguasa demikian saja. Media-media arus penting perlu untuk lihat ke serta ingin dengarkan kritikan publik.

Kritikan seperti ini bukan hanya penting buat media dan juga buat publik sebab dia ajak pembaca untuk memikir gawat. Transisi kritikan dapat jadi satu bentuk literasi media. Disamping itu, yakin bukan bermakna tidak membaca berita-berita pada media dengan gawat. Analisis komunikasi telah sediakan piranti yang ideal untuk membaca media dengan gawat, dari usaha membaca cerita besar ekonomi politik media sampai piranti analisa teks.

Pembacaan gawat, termasuk juga salah satunya dengan lakukan kritikan pada media, ialah usaha untuk menjaga ekosistem media yang sehat. Ekosistem media yang sehat dapat jadi kunci penting untuk mendesak penebaran teori konspirasi.
UPDATE TERSEDIA LIVECHAT POKER757 
DENGAN VERSI ANDROID & IOS
KLIK DI BAWAH INI

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © ZONA KONSPIRASI | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com