Kamis, 17 September 2020

Seekor Burung Gagak Yang Berbiacara Mengajari Saya Terbang

ZONAKONSPIRASI- Seekor Burung Gagak Yang Berbiacara Mengajari Saya Terbang. Berharap nantikan... Dicatat oleh David Maloney (alias LifeIsStrangeMeToo) Prediksi waktu membaca - 4 menit Saya biasa lihat keluar jeruji besi berkarat di jendela saya serta punya mimpi jadi seekor burung.

Rantai yang mengikatku ke tempat tidurku lumayan panjang untuk capai tingkat jendela, jadi tiap malam sesudah ayahku berkunjung ke kamarku, saya akan berbaring serta menanti cahaya sinar pertama menjelajahi cakrawala, lantas berjalan ke jendela saya untuk dengarkan beberapa suara pertama kicau burung pagi hari.

Advertisements Melodi mereka demikian indah, saya ketahui jika mereka tentu menyanyi mengenai beberapa tempat yang jauh serta indah, mengenai berlayar di atas angin melalui langit biru yang tidak berbuntut, melihat ke bawah ke pucuk pohon yang menyebar di daratan di bawah.

Selanjutnya, satu pagi waktu saya berbaring dalam tempat tidur, suatu hal yang tidak mungkin berlangsung. Saya sudah tertidur malam awalnya, serta akan melepaskan kicau burung pagi saya tapi sebab mengetuk jendela saya. Saya tidak pedulikan kantuk dari mataku serta duduk untuk lihat seekor gagak duduk di luar di tingkat jendela, mengetuk jendela saya dengan paruhnya.

Saya merayap ke jendela serta tersenyum pada burung itu.

"Halo, Mr. Crow," kataku.

"Halo gadis kecil," kata burung gagak.

Saya berdiri disana takjub sesaat, tidak paham harus mengatakan apa. Pada akhirnya, sesudah apakah yang terlihat seperti keabadian, saya memaksa diri untuk bicara.

"Kamu paham.kamu mengerti bagaimanakah cara bicara?" Saya katakan.

"Semua burung tahu bagaimana bicara," jawabnya. "Namun tidak semua manusia tahu langkah dengarkan."

Saya menggerakkan jendela saya sampai terbuka sedikit sampai sentuh jeruji. Burung itu memiringkan kepalanya sebab ingin tahu.

"Mengapa kamu di sangkar?" itu menanyakan.

"Saya pikirkan itu takdir saya," kataku. "Tetap semacam ini."

"Kamu nampak cukup kurus," jawab burung gagak. "Apa Anda ingin makan suatu hal?"

Perutku menggeram loyo.

"Ya," kataku. "Itu akan mengagumkan."

Tanpa ada sepatah kata juga burung gagak itu terbang. Beberapa waktu selanjutnya ia kembali lagi dengan bawa ranting kecil buah ara. Burung gagak memerhatikan saya waktu saya melahap buah dengan rakus. Sesudah saya usai, ia memandang saya sesaat sebelum bicara lagi.

"Saya tidak paham mereka masukkan orang ke kandang," tuturnya. "Apa menurutmu mereka salah menduga kamu untuk burung?"

"Kurasa tidak, Tuan Crow," kataku.

Kami habiskan tersisa hari itu dengan mengobrol. Burung gagak memberitahu saya semua mengenai bagaimana rasa-rasanya terbang, bagaimana tidak ada perasaan yang lebih bagus di dunia ini. Ia menceritakan mengenai negeri-negeri jauh yang sempat ia datangi saat ia masih kecil serta masih dapat lakukan perjalanan ke utara dengan perkembangan musim. Pada akhirnya, malam datang serta burung gagak mengatakan jika ia harus pergi. Esok paginya ia kembali lagi, dengan dua cabang buah ara lagi.

Saya mengucapkan terima kasih kepadanya atas kemurahan hatinya, serta kami mengobrol sehari lagi. Hari itu ia serta menyanyikan satu lagu bagiku. Ia tidak punyai suara untuk menyanyi, tetapi kupikir lagunya bagus.

Kami melalui semua musim luruh dengan cara tersebut, serta lawatan burung itu jadi salah satu titik jelas dalam kehidupan saya. Ia bukan hanya membawakanku buah ara, dan juga ceri serta kenari — apa saja yang lumayan kecil buat dia bawa serta.

Tetapi, selang beberapa saat, musim dingin datang, serta dengan itu embun beku merusak buah ara serta ceri yang dipakai gagak untuk membawakanku. Hadiahnya makin berkurang, serta saya tahu dari suaranya yang capek jika ia terbang makin jauh untuk memperolehnya.

Satu pagi, saat salju pertama pada musim dingin turun, burung gagak ajukan pertanyaan pada saya.

"Apakah yang akan kamu kerjakan untuk tinggalkan tempat ini?" ia menanyakan, memiringkan kepalanya ke samping.

Saya memikir sesaat, tapi saya tidak percaya bagaimana menjawabnya. Pada akhirnya, saya menjelaskan yang sebetulnya.

"Saya akan lakukan apa untuk tinggalkan tempat ini," kataku. "Apa-apa."

Burung gagak dengan serius mengangguk serta mengatakan, "Es bukan salah satu hal yang dibawa musim dingin."

Ia mengepakkan sayapnya sekali serta melonjak dari tingkat jendela, serta saya tidak menyaksikannya semasa 3 hari. Saya mulai alami stres berat. Tiap pagi saya masih dengarkan kicau burung, tapi kedengarannya susah serta hampa tanpa ada rekan saya disana untuk dengarkan saya.

Pagi hari sesudah hari ke-3, rekan gagak saya kembali lagi. Hari itu benar-benar indah; matahari sudah ada dari balik awan untuk mencairkan salju – salah sehari hijau paling akhir sebelum musim dingin tiba dengan serius. Waktu bayangan melalui lembah tempat kami tinggal, pertama saya menduga itu awan badai, tapi selanjutnya saya dengar suaranya. Itu cukup keras untuk pecahkan langit, tetapi itu bukan guntur — itu burung.

Beberapa ribu dari mereka turun ke rumah kami. Badai yang berputar dari kepakan sayap serta cakar yang menjerit, mereka menabrak dinding serta jendela, mematuknya dengan keganasan yang liar. Rumah itu bergetar sebab gempuran mereka, serta panggilan mereka demikian keras hingga saya serta tidak dengar jendela pecah.

Tetapi, suaranya tidak keras hingga saya tidak dapat dengar jeritan ayahku. Semua usai dalam beberapa saat, serta kunci belenggu saya tergelincir di bawah pintu. Saya bergegas serta ambilnya dengan tangan gemetaran, memasukkan ke manset logam di seputar pergelangan kaki saya serta memutarnya.

Mansetnya terlepas dengan bunyi click yang kuat, serta untuk kali pertamanya saya bebas.

Kunci pintu tergelincir di bawah kusen, serta saya buka pintu ke sisi lain rumah. Tempat itu sudah hancur. Ada serpihan kayu serta pecahan kaca dimana saja, serta ditengah-tengah ruangan tamu ada yang masih ada dari ayahku — setumpuk bulu berlumuran darah.

Semua burung sudah terbang, tapi Tuan Gagak duduk di atas perapian ruangan tamu, memandangiku dengan tatapan ingin tahu.

"Saat ini kamu dapat terbang bebas, gadis kecil," tuturnya. "Tidak lagi ada kandang untukmu."

"Terima kasih, Mr. Crow," kataku. "Maukah kamu turut denganku?"

Mr. Crow menggelengkan kepalanya.

"Saya ialah burung tua," tuturnya. "Serta perjalanan saya akan selekasnya usai. Tetapi milikmu barusan diawali. "

Tuan Gagak mengepakkan sayapnya serta terbang, serta saya belum pernah menyaksikannya lagi. Waktu saya mengambil langkah keluar dari pintu depan, kaki telanjang saya sentuh rumput untuk kali pertamanya, serta saya dapat mencium berbau bunga yang tertiup angin waktu melayang-layang di atas saya.

Di saat itu, walau kakiku kuat di atas tanah, hatiku naik tembus langit biru yang tidak berbuntut, jauh di atas dunia yang sudah saya meninggalkan.

Saya masih bangun tiap pagi untuk dengar kicauan burung, serta saat beberapa suara pertama merusak kesunyian pagi hari, saya pikirkan Tuan Gagak serta tersenyum.
UPDATE TERSEDIA LIVECHAT POKER757 
DENGAN VERSI ANDROID & IOS
KLIK DI BAWAH INI
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © ZONA KONSPIRASI | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com